Minggu, 01 Januari 2012

Sahang Maima dan Datu Dalu

Sahang Maima dan Datu Dalu adalah keturunan ke-9 dari Si Raja Batak. Mereka berdua bersaudara. Mereka memiliki sebuah tombak warisan leluhur mereka yang dijaga oleh Sahang Maima. Suatu hari Datu Dalu meminjam tombak tersebut untuk membunuh seekor babi hutan yang sering merusak kebun miliknya. Sahang maima lalu meminjamkannya dengan catatan jangan sampai rusak.


Lalu berangkatlah Datu Dalu berburu babi hutan tersebut ke dalam hutan. Dia menghujamkan tombak tersebut ke tubuh Babi hutan itu. Sayangnya babi hutan itu tidak mati. Dia berhasil kabur dengan mata tombak menancap di tubuhnya.

Datu dalu bingung kemana harus mencari babi hutan tersebut. Sebab ia harus mencabut mata tombak tersebut sebelum mengembalikannya kepada saudaranya. Setelah lelah mencari namun tidak juga ketemu, akhirnya ia memutuskan untuk membuatkan mata tombak yang baru.

Sahang Maima merasa kalau Datu Dalu terlalu lama mengembalikan tombaknya. Dia lalu menemui Datu Dalu. Datu Dalu lalu menjelaskan kalau mata tombak itu terlepas dari gagangnya dan menempel di tubuh babi yang ia buru. Dan dia telah membuatkan mata yang baru sebagai gantinya. Tapi ternyata Sahang Maima tidak bisa terima.

“Barang itu tidak bisa hilang. Sebab itu adalah barang warisan.” Begitu alasan Sahang Maima.

“Saya tahu, bang. Tapi tombak itu kan sudah tua, kayunya sudah lapuk dan mata tombak itu sudah tidak menempel dengan kuat lagi. Wajarlah jika mata tombak itu terlepas.”

“Tidak boleh begitu. Barang yang kamu pinjam, itu yang harus kembali. Tidak boleh diganti dengan barang apapun. Bagaimana barang itu kamu pinjam, begitu pula barang itu harus kembali.” Kata Sahang Maima bersikeras.

Akhirnya Datu Dalu mengalah. Ia lalu pergi mencari babi hutan tersebut. Menurut cerita yang banyak dituliskan dalam buku-buku dan kitab sejarah orang batak, Datu Dalu turun ke Banua Toru untuk mencari petunjuk tentang keberadaan mata tombak itu.

Disana ia bertemu dengan seorang Gadis penumbuk padi yang sedang bertengkar dengan seorang wanita. Gadis penumbuk padi ini tidak sengaja membunuh ayam milik wanita ini ketika ia mengusir ayam tersebut. Wanita pemilik ayam tidak terima. Dia meminta gadis penumbuk padi ini untuk mengembalikan ayam itu dalam keadaan hidup. Gadis penumbuk padi itu menolak karena merasa permintaan si wanita tidak masuk akal.

Datu dalu lalu menghampiri gadis penumbuk padi itu. Datu dalu berjanji akan menolong si gadis penumbuk padi itu jika ia bersedia membantu Datu Dalu.

“Saya sedang mencari seekor babi hutan. Beberapa hari yang lalu saya menombaknya. Tetapi mata tombak saya tertinggal dan menempel di tubuhnya. Bisakah anda membantu saya mencari tahu dimana babi hutan itu berada ?”

“Di sana, di rumah yang berada di ujung desa itu, ada seorang nenek tua yang terluka terkena mata tombak. Kau bisa mendapatkan mata tombak mu disana.” Kata si gadis itu.

“Tapi yang saya tombak itu adalah babi hutan, bukan manusia.”

Lalu si gadis itu menjelaskan kalau nenek tua itu adalah siluman jahat yang bisa berubah menjadi apapun.

“Baiklah kalau begitu” kata si Gadis penumbuk padi. “Saya sudah membantu tuan, sekarang tolong buktikan kalau tuan bisa menepati janji tuan.”

Dengan kemampuan sihir yang dimilikinya, Datu Dalu berhasil menghidupkan kembali ayam tersebut. Setelah itu si Gadis penumbuk padi bersedia mengantarkan Datu Dalu ke rumah nenek tua itu. Disana Datu Dalu baru yakin kalau ternyata benar mata tombak yang menempel di tubuh nenek itu adalah mata tombak milik abangnya. Datu dalu kemudian mencabut mata tombak itu menggunakan sambilu. Sebelum pergi, Datu Dalu mengobati nenek tua itu. Sebagai balasannya nenek tua itu berjanji tidak akan pernah mengganggu desa Datu Dalu lagi. Akhirnya Datu Dalu berhasil mengembalikan mata tombak itu kepada abangnya. Dan sejak itu hubungan antara mereka mulai retak.

Suatu hari Sahang Maima sedang melakukan pesta di desanya. Istrinya pergi ke pasar melintasi kebun milik Datu Dalu. Ketika berada di kebun Datu Dalu, hujan deras turun. Istri Sahang maima lalu memotong selembar daun pisang untuk digunakan sebagai payung. Datu Dalu yang mengetahui hal tersebut marah besar lalu meminta istri Sahang Maima untuk mengembalikan daun pisang tersebut ke pohonnya seperti semula. Mendengar ucapan Datu Dalu, Sahang Maima berang.

“Aku tahu kamu dendam. Tetapi jika kau marah janganlah marah kepada istriku.” Kata Sahang Maima

“Bukankah abang yang bilang, barang yang diambil harus kembali seperti semula?” Kata Datu Dalu.

Maka terjadilah perang terbuka antara mereka berdua. Sahang Maima menerbangkan 7 tampi ke arah desa Datu Dalu. Mendengar suara menderu di langit, Datu Dalu mempersiapkan pertahanan. Dengan kemampuan sihirnya, ia menolak tampi-tampi itu dari desanya sehingga tidak ada satupun lesung yang jatuh di desanya. Datu Dalu kemudian membalas dengan menerbangkan 14 Alu (Andalu) ke arah desa Sahang Maima. Sahang Maima berhasil menolak seluruh Andalu tersebut sehingga semuanya jatuh di luar desanya.

Sahang Maima kembali melakukan perlawanan. 7 batang kayu api yang membara (sipu – sipu) diterbangkan untuk membumihanguskan desa Datu Dalu. Namun ternyata Datu Dalu berhasil menyingkirkan sipu-sipu itu sehingga tidak membakar desanya. Berikutnya Datu Dalu membalas dengan menerbangkan 14 sipu-sipu ke arah desa Sahang Maima namun juga berhasil ditolak.

Kemudian Sahang Maima menerbangkan 7 piring berisi serbuk beracun. Datu Dalu berhasil menghalaunya sehingga tidak jatuh di desanya. Datu Dalu lalu membalas dengan 14 piring berisi serbuk beracun. Tapi Sahang Maima berhasil menyingkirkannya.

Puncaknya Sahang Maima menerbangkan Lesung dengan sayap 7 tampi dan 7 piring berisi serbuk beracun ke arah desa Datu Dalu. Datu Dalu sendiri membalas dengan menerbangkan Lesung tujuh lobang berisi serbuk beracun dan bersayap 14 tampi. Kedua senjata mereka bertarung di langit menimbulkan suara gemuruh yang sangat memekakan telinga.

Kedua lesung tersebut kemudian jatuh. Satu jatuh di desa Sahang Maima dan satu lesung jatuh di Desa Datu Dalu. Seluruh warga yang panik lari berhamburan dari desa menyelamatkan diri. Serangan itu menimbulkan cekungan yang sangat besar di desa mereka. Warga sekitar menyebutnya ambar. Mereka menamainya Ambar Silosung dan Ambar Sipinggan. Sekarang ambar tersebut dapat ditemui di Lintong ni Huta, sebelah kiri Jalan Raya Siborong-borong – Dolok sanggul. Ambar Sipinggan berada di sisi kiri jalan sedangkan Ambar Silosung berada di sebelah kanan jalan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar